kandisnews.one
,
Jakarta
– Francine Widjojo sebagian anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta yang berasal dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (
PSI
Dia mengekspresikan keberatan terhadap manajemen pulau-pulau di Seribu dengan sebutan Pulau Kucing. Keberatannya didasari oleh keyakinannya bahwa kucing adalah musuh alami dari hewan-hewani lokal, misalnya burung.
Sebenarnya, pada tahun 2019, Francine menyatakan bahwa Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta telah membebaskan burung-burung kutilang di Pulau Tidung Kecil sebagai komponen dari program konservasinya. Karenanya, penggunaan referensinya harus diperhatikan.
Pulau Kucing
Apa yang direncanakan di area Pulau Tidung Kecil dapat mengganggu ekosistem setempat.
Tidak hanya tentang keberlanjutan kucing yang membuat Francine cemas, tetapi dia juga mengungkapkan bahwa memindahkan sejumlah besar kucing ke sebuah pulau dapat meningkatkan bebannya bagi pemerintah dalam hal perawatan.
“Memindahkan kucing-kucing ke pulau itu bisa merusak ekosistem serta menyebabkan tanggungan perawatan jangka panjang karena hewan-hewan tersebut harus diurus selama bertahun-tahun,” ujarnya.
Sebelumnya,
Gubernur Jakarta
Pramono Anung
menyatakan tekadnya dalam mendirikan pulau
kucing
di Jakarta. Pramono menyebut bahwa pulau kucing itu direncanakan akan dibangun di salah satu pulau dari Kepulauan Seribu.
Menurut dia, ide tentang membangun pulau untuk kucing tidak benar-benar sesuatu yang baru. Dia mengatakan bahwa pulau kucing tersebut telah ada lebih awal di negara-negara sekitarnya. “Di Jepang, mereka sudah mengerjakannya,” ujarnya ketika ditemui di kantor pusat di Balai Kota Jakarta pada hari Kamis, tanggal 13 Maret 2025.
Pramono Anung menyatakan bahwa dia akan berkomitmen untuk mewujudkan konsep pulau kucing itu dengan sungguh-sungguh. Salah satu alasan utama adalah karena Pramono percaya adanya peluang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi lokal melalui proyek ini.
Rencana Pulau Kucing Kurang Taktikal
Fransis bahkan mengatakan bahwa mentransfer kucing liar ke sebuah pulau tidaklah menjadi suatu strategi yang tepat. Sebaliknya, dia menganjurkan untuk meningkatkan program sterilisasi bagi hewan di jalan raya. Selain itu, pembangunan lebih banyak pusat layanan kesehatan hewan pun harus dipertimbangkan.
“Lebih-lebih lagi Jakarta baru mempunyai satu pusat kesehatan hewan, tentu saja akan mengalami beban tambahan apabila ada program pulau kucing ini,” ungkap Farancine kepada awak media pada hari Senin, tanggal 26 Mei 2025, sebagaimana dilaporkan oleh situs web PSI.
Dengan adanya hanya satu fasilitas kesehatan hewan di wilayah tersebut, tentu saja ini bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64 Tahun 2007 mengenai Panduan Layanan Pusat Kesehatan Hewan. Mengingat DKI Jakarta mempunyai tingkat kepadatan populasi yang sangat tinggi, satu pusat kesehatan hewan saja dirasa kurang mampu menangani semua permintaan layanan pemeriksaan.
Tidak sekadar itu saja, penting juga untuk menerapkan tindakan preventif serta memberikan pendidikan yang memadai kepada semua pemilik hewan peliharaan. Sehingga, sebagian kucing yang dijinakkan namun belum disterilisasikan berpotensi bercampuran dengan kucing liar, mengarah pada penambahan jumlah populasi kucing secara keseluruhan.
Saran politisi PSI tentang kebutuhan adanya program pensterilan untuk kucing liar tampaknya sejalan dengan keluhan warga di DKI Jakarta. Pramono menyatakan bahwa melalui aplikasi JAKI, masalah kucing serta pentingnya proses sterilisasi menjadi prioritas yang harus ditindaklanjuti.
Vedro Imanuel Girsang
turut serta menulis artikel ini