Kontroversi Lingkungan: Dekan FKH UB Buka Rahasia Unik Makam Hewan Peliharaan di Kota Malang

KandisNews.One.Co – Hadirnya pemakaman khusus untuk hewan peliharaan yang dikelola secara bisnis di Jalan Joyo Agung II, Kelurahan Tlogomas, Kota Malang, menimbulkan kontroversi. Pemakaman tersebut ternyata dimiliki oleh salah satu staf pengajar dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Brawijaya dan mendapat perhatian karena terletak di area padat penduduk tanpa adanya pembicaraan dengan masyarakat setempat.

Dekan FKH Universitas Brawijaya, drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P, M., menyatakan tegas bahwa adanya pemakaman hewan tersebut adalah hasil inisiatif perorangan dan tidak termasuk dalam komponen resmi institusi FKH UB.

“Walaupun sang dosen memberikan pengajaran di FKH, pemakaman hewannya adalah proyek pribadinya yang terkait dengan layanan klinik miliknya. Oleh karena itu, hal ini tidak dapat ditujuk kepada institusi FKH,” jelas Dyah Ayu ketika dimintai konfirmasi pada hari Rabu (28/5/2025).

Dia meratifikasi kekhawatiran terhadap timbulnya gesekan sosial dalam area itu, yang ia yakini dapat dicegah apabila dilakukan dialog prasekolah bersama penduduk serta aparatur lokal.

“Menurut informasi yang kita dapatkan, sang pemilik tanah telah diinformasikan, namun belum ada komunikasi secara langsung dengan masyarakat maupun pengurus RW/RT. Seharusnya hal itu dilakukan agar bisa menghindari salah paham,” jelasnya.

Ketika diminta menjelaskan tentang kemungkinan dampak lingkungan, Dyah menggarisbawahi bahwa sebagaimana dokter hewan, pengelola pasti menyadari ancaman penyebaran penyakit dari mayat binatang.

Saya percaya bahwa ada langkah-langkah tertentu yang harus diikuti sebelum memakamkan hewan, terutama jika hewan itu menderita penyakit berbahaya dan mudah menyebar.

“Saya percaya dia tak akan mengambil resiko tersebut. Pastinya sebelum dimakamkan, telah dilakukan prosedur deaktivasi terhadap agen patogen guna mencegah potensi pencemaran lingkungan,” katanya.

Dyah menyatakan bahwa sampai sekarang belum ada peraturan resmi tentang pemakaman hewan di Kota Malang, hal ini menciptakan area abu-abu yang dapat memicu perselisihan masyarakat.

Seperti yang disampaikan oleh Dyah Ayu, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( Dispangtan ) Kota Malang, dr. Anton Pramujiono, menggarisbawahi kebutuhan untuk melakukan evaluasi mendalam terkait aspek tata letak wilayah dan persetujuan izin.

“Makam khusus untuk hewan sebenarnya penting karena banyak orang yang kesulitan dalam menentukan tempat pemakanan hewannya. Akan tetapi, kita juga harus memastikan bahwa lokasinya sudah sesuai dengan perencanaan wilayah serta tidak akan menciptakan masalah bagi masyarakat,” jelas Anton.

Anton juga mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada peraturan dari Pemkot Malang ataupun pemerintah nasional tentang pembuatan kuburan untuk hewan.

“Saat ini kami belum berencana membuat peraturan baru. Namun, kasus semacam ini menimbulkan diskusi tentang perlunya adanya aturan guna mencegah perselisihan di masa mendatang. Kami dapat menjadikan Kota DKI Jakarta sebagai contoh dengan telah menyediakannya area khusus untuk pemakaman hewan,” jelasnya.

Anton mengusulkan agar semua pihak berkepentingan berkumpul dan membicarakan tentang status komersial dari kompleks makam yang dioperasikan oleh klinik swasta tersebut. Peserta dalam pertemuan ini harus mencakup pemilik tanah, pemilik klinik, pengurus setempat tingkat RW/RT, serta perwakilan kelurahan.

“Bila dijalankan sebagai bisnis dan menghasilkan laba, maka dibutuhkan diskusi mendalam. Harap jangan sampai terjadi pengaruh lingkungan atau sosial yang negatif bagi penduduk setempat. Kami harus tetap memelihara kedamaian dan ketenangan masyarakat,” tegasnya.

Beberapa penduduk di area pemakaman tersebut mulai merasa tidak nyaman, kendati demikian, secara resmi hanya ada satu pihak saja yang mengungkapkan kekecewaan mereka.

“Kenyataan ini menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya konflik sosial yang dapat muncul apabila tak ditangani dengan cepat melalui mediasi,” tambahnya.

Para ahli kebijakan publik menyoroti hal ini sebagai indikator pentingnya adanya peraturan lokal di skala kotamadya, terkhusus untuk mengatasi praktek-praktek modern semacam jasa pemakaman hewan berbasis bisnis yang mencakup aspek-aspek peka, kesehatan, sanitasi, sampai dengan norma-norma masyarakat.

“Kasus makam hewan di Tlogomas menunjukkan bahwa inovasi dalam layanan masyarakat perlu diiringi dengan komunikasi sosial dan tata kelola berbasis regulasi,” tutupnya.

Tanpa respons yang cepat dan bersama-sama dari Pemkot Malang, konflik dengan masyarakat serta kelemahan dalam hal lingkungan bisa saja bertambah parah. Dibutuhkan aturan dan sarana pengganti yang sesuai untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. (Arh) ***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top