kandisnews.one
,
Jakarta
– Pemerintah melalui
Kementerian Kebudayaan
membentuk tim untuk
penulisan ulang sejarah
Proyek yang diharapkan diselesaikan sebelum memperingati HUT Kemerdekaan ke-80 pada tanggal 17 Agustus 2025 ini diketuai oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), Profesor Susanto Zuhdi, sebagai pihak bertanggung jawab utamanya.
Kepada
Tempo
Susanto mengakui bahwa sejarah Indonesia hingga masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terakhir akan direvisi. Meski demikian, dia membantah adanya risiko bias dalam proyek tersebut meskipun melibatkan figur-figur yang masih aktif di panggung politik dan belum lama meninggalkan jabatan kuasanya.
“Yang kita catat adalah periode kepemimpinan, bukan tentang Jokowi sendiri. Jika ingin menuliskan nama Jokowi, sebaiknya membuat sebuah biografi,” jelas Susanto membela diri saat dihubungi pada hari Selasa, 27 Mei 2025.
Sesuai
outline
Yang telah hadir, Direktur Sejarah di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata masa 2001-2006 tersebut menegaskan bahwa fokus utamanya selama era Jokowi terletak pada kebijakan serta visi pemerintahan, misalnya ide tentang Indonesia menjadi poros maritim global. Baginya, konsep ini memiliki akar yang mendalam dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah lama memperdagangkan lautannya.
Nanti kita akan melihat berbagai progrannya, terkait dengan lautan dan lain-lain,” ujarnya sementara itu dia juga menyebutkan, “Jadi ini untuk memulihkan kembali posisi bangsa kita yang semestinya menjadi luar biasa di atas permukaan laut.
Pemenang Penghargaan Dharma Pertahanan tahun 2014 tersebut mengatakan lebih lanjut bahwa masyarakat Indonesia mempunyai warisan perjalanan laut yang luas yang mencerminkan kemegahannya selama bertahun-tahun. Naskahnya, sesuai dengan perkataan Susanto, juga bakal menjelajahi gambaran besar situasi ini, termasuk pencapaian serta kekurangan negara kita.
Oleh karena itu, kita memeriksa hingga masa akhir dengan konsistensi.
enggak nih
Bangsa perlu mempertahankan kedaulatannya di lautan? Jadi, titik-titik penting dalam sejarah ini yang ingin kami amati,” ungkap Susanto.
Susanto menyatakan lanjutan penilaiannya bahwa sejarah tidak wajib menggambarkan seluruh peristiwa dengan urutan waktu, tetapi lebih pada pemilihan tema dan konteks yang sesuai. Ini menunjukkan bahwa hal-hal yang dirasakan belum terselesaikan tidak akan dicatat. Dia menjelaskan, “Sehingga sejarah pun melakukan seleksi terhadap tema atau subjek tertentu. Tidak bermaksud untuk meninggalkan yang lain, namun kita ingin menganalisis konteks dari situ.”
Susanto menyatakan bahwa proyek tersebut bertujuan membawa pemikiran baru tentang sejarah, khususnya untuk kalangan remaja. Tidak hanya sebagai paradigma tetapi juga sebagai sudut pandang serta metode analisis historis. Dia menambahkan, “Kami hadirkan hal itu, dan ini bukanlah sejarah untuk generasiku saja. Ini adalah warisan untuk generasi muda di masa mendatang.”
Proyek revisi sejarah Indonesia mendapat kritikan dari mantan anggota tim penyusun, Harry Truman Simanjuntak. Dia adalah profesor arkeologi yang berafiliasi dengan BRIN dan sempat dipercaya menjadi editor untuk bagian pembuka buku sejarah Indonesia tersebut. Namun ia akhirnya mundur hanya dalam waktu kurang dari 10 hari semenjak proses kerja dimulai.
Pada surat pengunduran diri yang ditulis pada tanggal 22 Januari 2025, Truman merujuk kepada beberapa motif personal serta faktor-faktor akademis sebagai dasar dari keputusannya ini. Dia sendiri menjelaskan adanya perbedaan dalam aspek pendidikan dan juga menyoroti keprihatinannya tentang niat untuk mencatat riwayat sampai era kepemimpinan Jokowi.
Truman mengatakan bahwa menulis sejarah sampai era Jokowi bisa membawa dampak bias, lantaran orang tersebut masih aktif dan belum genap satu tahun dari posisi terakhirnya. Dia pun tidak mendukung ide pembuatan versi revisi itu menjadi sumber sejarah nasional tetap, serta meragukan metode pengambilan keputusan pada tiap diskusi kelompok ini butuh kesepakatan menteri.
“Oleh karena itu, kemandirian dalam penulisan sejarah ini juga diragukan,” ujarnya sebagai Direktur Pusat Studi Prasejarah dan Austronesia.