Memperkenalkan Rekayasa Teknologi Sederhana ke Murid melalui Aktivitas P5

Apabila membicarakan teknologi, pikiran kita mungkin secara otomatis terfokus pada peningkatan peralatan komunikasi. Mengenai evolusi gadget elektronik yang sangat pesat dan nyaris tiap harinya selalu terdapat penyempurnaan baru.

Teknologi secara fundamental adalah metode yang digunakan oleh manusia untuk mengubah segala hal di sekeliling kita agar bertahan lama dan memiliki nilai tambah. Sebagai contoh, proses transformasi kapas menjadi kain serta produk pakaian siap pakai.

Siswa-siswi saya hari ini diajak oleh saya untuk mencoba membuat telur asin dalam rangka acara P5 tersebut. Saya telah menyampaikan pilihan aktivitas kepada para orangtua atau wali dari siswa sebelumnya. Awalnya, ada berbagai program yang saya susun dan saat bertemu dengan mereka, saya minta pendapat agar diputuskan bersama tentang kegiatan apa yang nantinya akan diikuti oleh anak-anak.

kesepakatan dengan mereka pun akhirnya dicapai. Mereka memilih pembuatan telur asin sebagai opsi. Saya cukup mendukung keputusan tersebut. Terkait jadwal implementasinya, P5 direncanakan akan berlangsung setelah Idul Fitri.

Menjelang penghujung bulan April, saya memperingatkan siswa-siswa tentang persiapan peralatan dan materi yang dibutuhkan untuk P5 tersebut. Saya tentunya juga memberitahu orangtua mereka lewat grup WhatsApp.

“Hei, saya tidak menyukai telur asin,” ujar seorang siswa.

“Tidak masalah. Nantinya telur asinku dapat dijual kepada Bu Jora,” kata saya.

“Pula aku tidak menyukainya,” sahut siswa lainnya.

“Kenapa nggak suka?”

Saya jadi penasaran sebab lebih dari satu atau dua siswa yang tak menyukai telur asin.

Rasanya seperti ini, Ibu. Seperti ada butiran pasir di sana.

“Bau-nya tidak menyenangkan, Bu,” kata seorang siswa lain.

Saya terkikir ketika mendengarkan ucapan para siswa itu.

Lebih baik diubah saja, Bu. Jangan membuat telur asin!

Menanggapi permohonan tersebut, saya segera menginformasikan bahwa acara ini telah disetujui bersama dengan orangtua atau wali mereka. Saya juga menambahkan penjelasan tentang tekstur telurnya yang mirip pasir.

Telur asin yang bagus justru adalah yang matang sepenuhnya, loh. Apakah kalian mengetahui alasannya mengapa telur asin dapat demikian?

Suasana kelas menjadi hening.

Garam tersebut berasal dari kristal air laut. Jika diserap oleh telur ayam, telur itu akan mengkristal. Kristalnya akan semakin nampak setelah telur dimasak. Rasa yang timbul mirip dengan rasa pasir.

Pelaksanaan P5

Pada hari Rabu, 14 Mei 2025, kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) diselenggarakan. Para siswa membawa berbagai jenis bahan serta peralatan. Terdapat batu bata halus, telur ayam bebek, dan wadah penampungan untuk telur yang telah dioles dengan campuran adonan dari batu bata beserta garam. Sementara itu, saya pribadi bertanggung jawab dalam penyediaan garam dan kertas pasir.

Sebelum melangsungkan proses produksi, saya mereview kembali bagaimana caranya membuat telur asin. Kemudian kami melakukan latihan mengerjakannya per langkah demi langkah sambil saya selalu memberikan bimbingan. Kami berhati-hati agar tidak terjadi hal seperti pecah, retak, atau bahkan jatuh pada telur bebek tersebut. Bahkan sebelum acara dimulai pun, telah terjadi insiden di mana dua butir telur sudah jatuh duluan.

Selama proses membuat telur asin, banyak siswa yang tak bisa tunggu hingga campuran antara bata halus dan garam selesai.

Jangan terlalu banyak menambah garam, nanti bisa menjadi terlalu asin,” saran saya, sekaligus memberikan contoh dan membantu siswa-siswa dalam mengocok campuran bahan-bahan serta melapisi atau membungkus telur bebek tersebut dengan adonan tepung yang telah disiapkan.

Mereka sebagai anak-anak, tentu saja mencari lokasi yang cocok untuk memproduksi telur asin. Bermain-main antara sesama teman. Pada saat yang sama pula, serbuk semen campuran dengan garam tersebar di seluruh ruang kelas serta area teras di hadapan pintu masuk kelas.

Saya perhatikan, mereka asyik dan sesekali menanyakan bagaimana cara melumuri telur bebek. Beberapa menit kemudian, proses selesai, dan para murid saya minta untuk meletakkan telur yang sudah diwadahi toples ataupun plastik di pojokan kelas. Setelah itu, mereka membersihkan kelas dan duduk di kursi masing-masing.

“Telur yang kita simpan kemarin adalah selama 12 hari.” Lalu, aku ajak para siswa untuk menghitung kapan mereka bisa memetik telur asin tersebut. Di kalender kelas, kami tandai nomor 26 berdasarkan perhitungan bersama itu.

Waktu Panen Telur Asin

Berdasarkan perhitungan waktu pembuatan telur asin, pada hari Senin yang lalu, tepatnya tanggal 26, saya membawa serta para siswa untuk mentransfer wadah-wadah telur asin keluar dari ruangan kelas.

“Berhati-hatilah ketika ingin mengambil telur itu, anak-anak. Agar tidak retak,” saran saya.

Di sekitar ruangan kelas, saya menunjukkan cara memindahkan telur dari campuran tersebut secara perlahan. Telur-telur ini kemudian dicuci di dalam wadah yang berisikan air bersih.

Berdasarkan pengamatan saya, siswa-siswa sedang melakukan proses pemanenan telur asin. Sebagian dari mereka membersihkan telur tersebut dengan mandiri, namun terdapat juga sejumlah siswa lainnya yang memerlukan bantuan saya dalam tahap ini.

Tadi telur-telur tersebut disimpan ke dalam wadah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk bisa melihat bagaimana rasanya tiap telur dari setiap siswa, saya memberikan tugas pada mereka agar memasak telurnya secara mandiri di rumah. Jika dimasak di sekolah, maka akan sangat sulit mengidentifikasi siapa peneggang telur asin mana.

Sekarang telurnya kamu masak di rumah, oke! Telur yang sudah dimasak dipotong jadi dua bagian dan langsung foto. Kirim fotonya ke nomor Bu Jora. Dan tulis juga rasanya seperti apa!

Hasil Panen Telur Asin

Pada saat-saat menjelang sore hari, sejumlah siswa telah mengirimi saya beberapa foto di nomor telepon saya.

Aura mengatakan bahwa telurnya lezat, Bu,” demikian tertulis dalam salah satu pesan yang diterima. Saya merasa gembira karena siswa ini biasanya kurang menyukai telur asin. Ternyata ia berani untuk mencoba seperti saran saya sebelumnya, “cobain saja. Jangan dibuat habis semuanya.

Beberapa orangtua teman sekelas menjelaskan bahwa rasanya mirip dengan telur asin yang mereka beli dari warung. Sementara itu, beberapa anak lain berkomentar bahwa telurnya terlalu asin. Salah satu muridku berteriak sambil datang ke arah saya begitu aku tiba di sekolah: “Bu, putih telurnya itu sangat asin!”

Betul. Putihan telur sebenarnya lebih asin dibandingkan dengan kuningannya. Bu Jora pun cenderung menyukai bagian kuning tersebut.

“Punya saya seperti pasir, Bu,” cerita murid lain.

“Ini yang hebat.” Aku mengangkat ibu jariku ke arahnya.

Dalam acara perkenalan tentang rekayasa teknologi di program P5 tersebut, para peserta mendapatkan berbagai macam pengalaman mulai dari persiapan bahan-bahan hingga pemahaman bahwa proses pembuatan telur asin memerlukan waktu cukup panjang.

Terdapat pula pembelajaran untuk menguatkan kesabarannya sebab menciptakan campuran tanah liat dan garam ternyata tidak sesederhana yang ia bayangkan. Ini memerlukan antrian agar bisa berdiskusi dengan guru-gurunya.

“Pak, ibu saya membuat telur asin pakai air!” kata seorang siswa. Saya lantas menjelaskan bahwa proses pembuatan telur asin memang memiliki berbagai metode yang bisa digunakan.

Bunda Jora memperkenalkan proses membuat adonan dari batu yang hancur, sebab biasanya telur-telur yang beredar di pasaran, caranya pengolahan mirip seperti yang kami lakukan. Ada rasa spesial sih ternyata.

Serangkaan aktivitas P5 yang sederhana mungkin belum memberikan dampak besar pada saat ini. Tetapi apabila ada siswa yang berminat mengulangi latihan tersebut di rumah, itu pasti akan menjadi hal yang baik.

_____

Branjang, 29 Mei 2025

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top