bali.kandisnews.one
, DENPASAR – Sial menimpa warga negara asing (WNA) berasal dari
Swiss
berinisial BFM.
Lelaki berusia 39 tahun itu dipaksa meninggalkan Bali usai ditendang keluar oleh pihak kepolisian.
Imigrasi Denpasar
gegara anjing.
BFM di deportasi lewat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan menggunakan maskapai Qatar Airways pada rute Denpasar-Doha-Zurich, Senin (26/5).
Warga negara asing dari Switzerland tersebut dikabarkan terlibat dalam tindakan tidak sah saat berada di Bali karena mengumpulkan uang demi kelangsungan hidupnya.
anjing liar
.
“Pihak tersebut mengumpulkan sumbangan tanpa mempunyai status hukum resmi di Indonesia,” ungkap Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar R. Haryo Sakti, Rabu lalu (28/5).
Tindakan keras imigrasi Denpasar dimulai berdasarkanlaporan warga tentang kegiatan pengumpulan dana tidak sah untuk anjing jalanan, pada hari Selasa (20/5) kemarin.
Tindakan tersebut dijalankan oleh seorang WNA asal Swiss tanpa adanya persetujuan atau legitimasi hukum yang tepat.
Tim dari Inteligensi Imigrasi Denpasar akhirnya bertindak dan menangkap BFM.
Berdasarkan temuan dari pemeriksaan tersebut, BFM hanya memilikiizin tinggal wisata dan visa on arrival (VoA).
“Terdapat petunjuk bahwa uang dari sumbangan warga itu dipakai oleh orang asing tersebut untuk keperluan pribadinya,” ungkap R. Haryo Sakti.
belum jelas berapa total dananya, juga tidak disebutkan sejak kapan BFM memulai kegiatan mengumpulkan uang tersebut.
Penyidik Imigrasi di Denpasar juga menggerebek BFM karena terbukti melanggar Pasal 75 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Kepelabuhan dan Keimigrasian.
(Note: The sentence seems to contain an error as it mentions “UU Tentang Keimigrasian” but then refers to law number 6/2011 which should be about ports according to the full phrase provided at the end of the original statement. This has been kept consistent with the original for accuracy.)
Hukumannya adalah pengusiran keluar negeri terhadap orang tersebut.
Dia diajukan untuk dimasukkan dalam daftar kandang imigrasi oleh Ditjen Imigrasi,” jelas R. Haryo Sakti.
Menurut Pasal 102 UU No. 6 Tahun 2011 mengenai Keimigrasian, sikap penolakan bisa berlaku selama maksimal enam bulan dan perpanjangan tiap periode juga hanya boleh hingga enam bulan.
Pencatatan sepanjang hayat pun bisa ditetapkan untuk warga negara asing yang dianggap mampu merusak keamanan serta keteraturan publik.
“Kami bertujuan untuk melindungi keamanan dan ketertiban area sambil menjamin bahwa semua WNA mengikuti peraturan dan adat istiadat yang ada di Indonesia,” ungkap R. Haryo Sakti.
(lia/JPNN)