BUS-TRUCK
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mempercepat proses electrifikasi transportasi, dengan fokus pada peningkatan produksi truk ramah lingkungan guna menekan tingkat pencemaran udara.
AHY mengatakan bahwa proyek listrifikasi transportasi di Jakarta berjalan dengan cepat, terutama untuk sepeda motor, mobil, serta armada Bus Transjakarta.
“Kami telah membuat peningkatan signifikan bagi sepeda motor, mobil, dan bus di Jakarta; TransJakarta yang memiliki 300 bus tersebut kini sudah berfungsi dengan baik dan tersedia,” ujarnya pada acara Clean Air Forum di Jakarta, minggu ini (27/5).
Namun, AHY mengakui pula bahwa usaha untuk mentransformasi truk pengangkut barang dari menggunakan bahan bakar solar menjadi listrik masih tergolong biayanya tinggi.
Di samping itu, AHY juga menekankan permasalahan truk dengan dimensi melebihi batas dan beban berlebihan (ODOL). Dia menyebutkan bahwa pihak pemerintah saat ini tengah giat dalam usaha untuk membasmi praktek ODOL sebab akibatnya sungguh sangat merugikan.
Ancaman utama yang dibahas berkaitan dengan keselamatan; ODOL ternyata memicu berbagai kecelakaan lalu lintas. Di samping itu, tindakan tersebut juga mengakibatkan kerusakan jalan yang signifikan.
Meskipun demikian, setiap tahunnya, pemerintah menyisihkan dana sebesar Rp 41 triliun guna perawatan jalan yang Rusak dan Berlubang.
Dia mengatakan bahwa apabila truk-truk ODOL ini dapat dihapuskan, maka dana perbaikan jalan yang rusak tersebut bisa dipergunakan untuk mendanai program konversi kendaraan dari bahan bakar fosil ke energi listrik.
“Padahal uang senilai Rp 41 triliun dapat digunakan untuk apa saja? Jika kita bersedia mengeluarkan biaya untuk perbaikan jalan, sebenarnya kita harus memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan konversi, perbaikan, atau penerapan aturan dengan lebih tegas,” ungkap AHY menurut kutipan dari Antara.
Acara Clean Air Forum diadakan oleh organisasi penelitian, Systemiq, bersama ITB serta sejumlah stakeholder utama termasuk pihak pemerintahan, institusi pengkaji kebijakan, komunitas non-pemerintah, LSM, perusahaan, dan dunia usaha. Mereka meluncurkan beberapa hasil signifikan terkait kondisi udara di Jakarta.
Laporan inventarisasi emisi untuk tahun 2023 menunjukkan bahwa penyebab primer dari pencemar udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi, aktivitas industri, pembangkit tenaga listrik, pembakaran limbah, serta proyek konstruksi.
Transportasi merupakan penyumbang utama, memberikan kontribusi sebanyak 65 persen dari total emisi NOX, 90 persen dari emisi CO, serta 61 persen dari partikel PM2.5.
(EW)